Uncategorized

Salam Lintas Mazhab

7.1 Pengertian salam

Definisi salam menurut bahasa (lughat) adalah memberikan sejumlah uang kepada orang yang dipesani barang sebelum barang yang dipesan tersedia. Sedangkan mengenai pengertian salam secara istilah (syari’at), terdapat perbedaan diantara ulama empat mahzab dengan uraian seperti berikut

7.1.1 Versi Imam Hanafi

Salam adalah akad jual beli sebuah barang (dagangan) yang belum tersedia pada saat transaksi, sedangkan uang yang digunakan untuk membeli diserahkan terlebih dahulu kepada pihak penjual (orang yang dipesani). Dalam prses akad salam terdapat empat istilah berikut

  • Muslim, orang yang memesan suatu barang, sekaigus pemilik sejumlah uang.
  • Muslam ilaih, orang yang dipesan (pihak penjual), sekaligus pemilik barang dagangan
  • Muslam fih, barang pesanan
  • Ra’sul mal, yakni alat pembayaran

Dalam praktek transaksinya, akad salam tidak disyaratkan harus menggunakan kata “salam” akan tetapi boleh memakai kata jual – beli (bai’)

7.1.2 Versi Imam Maliki

Salam adalah akad jual beli, dimana uangnya diserahkan terlebih dahulu kepada pihak penjual sebelum barang dagangan tersedia. Istilah yang terdapat di dalam akad salam ada empat istilah.

  • Muslim, orang yang memesan suatu barang, sekaigus pemilik sejumlah uang.
  • Muslam ilaih, orang yang dipesan (pihak penjual), sekaligus pemilik barang dagangan
  • Muslam fih, barang pesanan
  • Ra’sul mal, yakni alat pembayaran

7.1.3 Versi Imam Syafi’i

Salam adalah akad jual beli sebuah barang dagangan degan menyebutkan beberapa sifat (kriteria) suatu barang yang masih menjadi tanggungan pihak penjual. Dalam prakteknya, akad salam harus menggunakan kata “salam”. Apabila dalam transaksinya menggunakan kata selain itu maka ulama Syafi’iyyah memberikan beberapa pendapat berbeda.

  • Sah sebagai akad jual beli, karena memandang kalimat yang diucapkan ketika transaksi (melihat dzahirul lafdzinya), sehingga berlaku beberapa hal dalam akad jual beli, yaitu:
  • Tidak harus menyerahkan sejumlah uang pada waktu transaksi
  • Diperbolehkan mengganti ra’sul mal yang telah disebutkan ketika akad dengan barang lainnya (istibdal tsaman bi ghairihi)
  • Berlaku syarat khiyar (hak meneruskan dan membatalkan transaksi)
  • Sah sebagai akad salam, karena melihat pada makna yang terkandung dalam ucapan jual beli (melihat ma’nal aqdinya) sesuai dengan konteks yang ada. Sehingga berlaku beberapa hal dalam akad salam, seperti:
  • Menyerahkan ra’sul mal pada waktu transaksi
  • Tidak boleh mengganti ra’sul mal
  • Tidak berlaku syarat khiyar

Keterangan:

Menurut pendapat yang mu’tamad (kuat) dari kalangan ulama Syafi’iyyah, akad salam harus mengggunakan kata “salam” secara jelas. Jadi akad salam tidak sah sebagai akad salam ketika menggunakan kata selain “salam”, seperti dengan menggunakan kata “jual beli” atau yang lainnya

7.1.4 Versi Imam Hambali

Salam adalah akad jual beli sebuah barang pesanan yang layak diperjual belikan, dengan cara pihak pembeli memberikan beberapa sifat barang tersebut yang nantinya akan menjadi tanggungan pihak penjual, sampai batas waktu yang telah disepakati bersama.

Keterangan:

Imam Hambali berpendapat bahwa dalam praktek akad salam kita diperbolehkan (sah) menggunakan kata jual beli atau kata-kata lain yang sah digunakan transaksi jual beli.

7.2 Hukum Akad Salam dan Dasar Hukumnya

Pada dasarnya, akad salam itu sama dengan akad jual beli dari segi syarat dan rukunnya. Semestinya hukum akad salam tidak diperbolehkan, karena termasuk transaksi yang menjual belikan barang dagangan yang belum tersedia pada waktu akad. Namun setelah proses ijtihad ulama 4 mahdzab dengan mempertimbangkan firman Allah swt dan hadits Rasulullah dalam penentuan hukum akad salam, mereka sepakat bahwa hukum akad salam adalah boleh karena adanya sebuah kebutuhan yang mendesak (lil hajah) dengan penjelasan berikut.

  • Pihak pembeli (musytari) kadang berkeinginan untuk membeli suatu barang, namun ia hanya memiliki jumlah uang yang sedikit. Dengan akad salam, ia akan mampu meenuhi keinginanna tersebut dengan harga yang relatif murah karena dia dapat menentukan dan memesan barang yang diinginkannya dengan harga yang sesuai dengan kemampuannya.
  • Pihak penjual (ba’i) kadang berkeinginan untuk memiliki sejumlah uang, namun ia belum memiliki barang yang siap untuk dijual. Dengan berlakunya akad salam, ia akan mampu memiliki sejumlah uang meskipun belum memiliki barang dagangan.

Diantar dalil dalil nash yang mendasari akad salam adalah sebagai berikut

7.2.1 Al – Qur’an

Firman Allah swt dalam Al – Qur’an surat Al – Baqarah ayat 282:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Wahai orang orang yang beriman apabila kamu sekalian bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya

7.2.2 Hadits

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قدم النبي صلى الله عليه وسام المدينة وهم يسلفون فيالتمرالسنة السنتين والثلاث فقال من أسلف فى شيء ففي كيل معلوم ووزن معلول إلى معلوم

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, ia berkata, Rasulullah ketika datang ke kota Madinah, nampak penduduk Madinah melakukan akad salam pada buah kurma dalam batas waktu satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun, lalu Beliau bersabda : “Barang siapa memesan suatu barang, maka ia harus memesannya dalam takarang dan timbangan yang diketahui sampai batasa yang diketahui (pula).

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :

عن عبد الله بن أبي أوفى فقال إن كنا لنسلف على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر في الحنطة والشعير والتمر والزبيب

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, sesungguhnya kami (melakukan akad) salam pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar terhadap biji gandum, sya’ir, kurma kering, dan anggur kering.

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Hakim bin Hizam :

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال ان رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع ماليس عند الانسان ورخص في السلم

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, sesungguhnya Rasulllah melarang penjualan sesuatu yang tidak kita memiliki, dan Beliau memberi keringanan dalam akad salam.

Maqalah Imam Ibnu Abbas, Sahabat Nabi yang diriwayatkan oleh imam Baihaqi, Hakim, Thobroni, dan Syafi’i:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى أن الله عز وجل أحله وأذن فيه وقرأ هذه الاية يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra ia berkata, saya bersaksi bahwa akad salam yang mengandung penangguhan sampai batas waktu yang disebutkan itu telah dihalalkan oleh Allah swt dan Dia telah mengizini hal tersebut. Dan Ibnu Abbas membacakan ayat ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

7.2.3 Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad (Mujtahid) dalam menentukan hukum syara’. Dalam masalah akad salam, ulama 4 mahzab sepakat bahwa hukumnya boleh (jawaz).

7.2.4 Qiyas

Qiyas adalah menyamakan hukum cabang (al-far’u) dengan hukum asal atau pokok (al-ashlu), dengan sebab adanya persamaan alasan hukum (illatul hukmi). Dalam akad jual beli (al-ba’i) disyaratkan ada barang yang dijual belikan (al-mabi’)  dan uang sebagai alat bayar (at-tsaman) dalam akad sala harus dibayarkan pada waktu transaksi, berbeda dengan barang yang dipesan (muslam fih), yang bisa diserahkan dikemudian hari (fi dzimmah).

7.3 Syarat dan Rukun Akad Salam

Syarat dan rukun dalam akad salam sama dengan syarat dan rukun jual beli, karena akad salam merupakan bagian dari akad jual beli (al – ba’i). Hanya saja, dalam akad salam ada beberapa syarat tambahan yang harus disebutkan ketika akad, yakni :

  1. Menjelaskan jenis barang pesanan (muslam fih) seperti pakaian atau yang lainnya
  2. Menjelaskan jenis alat pembayaran (ra’sul mal) seperti mata uang rupiah, dollar, atau satuan mata uang lainnya
  3. menjelaskan macam atau bagian jenis barang pesanan (muslam fih) seperti beras jenis IR 64, serang, atau bagian jenis lainnya
  4. Menjelaskan sifat baik, sedang, atau jeleknya barang pesanan;
  5. Menjelaskan jumlah timbangan, ukuran, takaran, dan hitungan
  6. Barang yang dipesan belum tersedia (mu’ajjal) pada saat transaksi, sampai pada batas waktu yang disepakati bersama.

Keterangan:

  • Imam Syafi’i menyampaikan pendapat yang berbeda dengan pendapat imam lainnya dalam permasalahan kewajiban menyebutkan sifat baik, sedang atau buruknya muslam fih (barang pesanan). Menurut imam Syafi’i, kriteria tersebut bukan hal yang wajib disebutkan ketika akad berlangsung.
  • Imam Syafi’i juga menyebutkan pendapat yang berbeda dengan imam lainnya, dalam permasalahan syarat belum tersedianya muslam fih saat transaksi. Menurutnya tidak ada perbedaan antara muslam fih telah tersedia atau belum tersedia pada saat transaksi

7.4 Ketentuan Syarat Salam

Ulama 4 mahdzab berbeda pendapat menegenai syarat yang harus dipenuhi dalam akad salam, sebagai berikut

7.4.1 Versi Imam Hanafi

Syarat yang harus dipenuhi dalam akad salam terbagi menjadi 3 bagian, yakni akad, ra’sul mal, dan muslam fih

Akad

Akad yang berlangsung dalam akad salam tidak disertai dengan hak khiyar, yakni hak pilih antara meneruskan atau membatalkan akad.

Ra’sul mal

Ra’sul mal yang sah digunakan untuk melangsungkan akad salam adalah ketika telah memenuhi enam hal yang harus diebutkan pada saat transaksi, yaitu :

  1. Telah disebutkan jenisnya, seperti mata uang rupiah, dollar atau berupa barang seperti biji padi, gandum atau yang lainnya
  2. Telah disebutkan macamnya, sepertiberas IR 46, jagung P21 atau yang lain
  3. Telah disebutkan sifatnya, seperti bermutu tinggi sedang atau rendah
  4. Telah disebutkan jumlahnya seperti 1 juta, 1 kilo atau yang lainnya
  5. Ra’sul mal dibayarkan ketika akad masih berlangsung
  6. Pada saat ra’sul mal dibayarkan muslim dan muslam ilaih masih berada di tempat akad

Muslam fih

Muslam fih adalah istilah untuk barang yang dipesan. Muslam fih yang berlaku dalam akad salam, harus memenuhi sepuluh syarat. Empat diantaranya sama dengan syarat ra’sul mal yang mencakup jenis, sifat, macam dan jumlahnya, sedangkan 6 syarat lainnya ialah:

  1. Muslam fih harus diberikan pada waktu yang telah disepakati
  2. muslam fih merupakan barang yang mudah didapatkan di pasaran umum
  3. muslam fih harus bisa dibatasi, diukur atau ditentukan
  4. muslam fih bukan dari jenis yang sama dengan ra’sul mal ketika berupa barang ribawi, seperti beras dengan beras, atau jagung dengan jagung.
  5. Muslam fih harus berupa salah satu dari empat jenis benda yang bisa ditakar (makilat), bisa ditimbang (mauzun), bisa dihitung (ma’dud) atau bisa diukur (dzira’iyyah)
  6. Tempat serah terima harus jelas dan telah ditentukan apabila dalam penyerahannya membutuhkan biaya

Catatan :

Imam Abu Yusuf dan Muhammad (ulama hanafiyah) berpendapat, bahwa syarat harus mengetahui jumlah ra’sul mal merupakan hal yang tidak wajib, karena ra’sul mal dalam akad salam sama dengan tsaman (sejumlah uang) dalam akad jual beli, yaitu cukup dilihat oleh kedua belah pihak. Hal ini berbeda dengan pendapat imam Hanafi.

7.4.2 Versi Imam Maliki

Syarat dalam akad salam terbagi menjadi dua bagian, syarat untuk ra’sul mal dan syarat untuk muslam fih.

Ra’sul mal

Ra’sul mal, baik berupa sejumlah uang atau barang yang digunakan dalam akad salam harus memenuhi beberapa syarat yang harus dijelaskan ketika akad, diantaranya :

  1. Ra’sul mal harus diserahkan ketika akad, atau setelah akad dalam jangka waktu yang tidak melebihi tiga hari tiga malam
  2. Ra’sul mal tidak boleh sama dengan muslam fih dalam hal sama-sama barang ribawi (illatul riba), seperti ra’sul mal berupa beras dengan muslam fih yang juga berupa beras
  3. Apabila antara ra’sul mal dengan muslam fih itu sejenis, maka jumlah atau timbangannya harus sama
  4. Antara ra’sul mal dan muslam fih harus sama dalam hal kualitasnya, tinggi, rendah atau sedangnya
  5. Ra’sul mal bisa dibatasi dengan hitungan, ukuran, timbangan atau takaran

Muslam fih

Muslam fih dalam akad salam harus memenuhi beberapa syarat berikut

  1. Muslam fih akan diserahkan pada waktu yang telah disepakati bersama (salam mu’ajjal) minimal sampai jangka waktu 15 hari 15 malam
  2. Muslam fih merupakan barang yang bisa dibatasi dengan ukuran, takaran, timbangan, atau hitungan
  3. Kualitas muslam fih jarus dijelaskan tinggi, sedang atau rendahnya
  4. Muslam fih merupakan tanggungan muslam ilaih
  5. Muslam fih harus tersedia pada waktu yang disepakati bersama

7.4.3 Versi Imam Syafi’i

Syarat dan ketentuan dalam akad salam memiliki kesamaan dengan syarat dalam akad jual beli, kecuali syarat harus melihat barang yang dijual. Dalam akad salam tidak disyaratkan harus melihat muslam fih. Selain itu, ra’sul mal dan muslam fih dalam akad salam harus memenuhi beberapa hal berikut.

Ra’sul Mal

Ra’sul mal (tsaman) baik berupa uang atau barang dalam akad salam harus memenuhi syarat berikut

  1. Harus diserahkan pada waktu akad sebelum kedua belah pihak meninggalkan tempat transaksi
  2. harus tersedia ketika melakukan transaksi

Muslam fih

Muslam fih dalam akad salam harus memenuhi tujuh syarat

  1. 1. tempat serah terima muslam fih harus ditentukan. Apabila tempat penyerahan muslam fih tidak layak atau membutuhkan biaya tambahan harus dijelaskan waktu transaksi
  2. 2. muslam fih merupakan barang yang bisa untuk diserahkan pada waktu yang telah disepakati
  3. 3. muslam fih berada dibawah kepemilikan muslam ilaih (orang yang dipesani) saat akan diserahkan
  4. 4. muslam fih belum tersedia di tempat transaksi, dan menjadi tanggungan muslam ilaih
  5. 5. muslam fih bisa dibatasi dengan beberapa sifat atau ketentuan lain yang bisa dimengerti oleh kedua belah pihak
  6. 6. muslam fih harus dijelaskan jenisnya
  7. 7. muslam fih bisa dibatasi hitungan, ukuran, timbangan atau takaran

7.4.4 Versi Imam Hambali

Secara umum, syarat dan ketentuan akad salam sama dengan syarat dan ketentuan dalam akad jual beli. Namun ada beberapa syarat tambahan dalam ra’sul mal dan muslam fih dengan keterangan sebagai berikut

Ra’sul mal

Ra’sul mal, baik berupa uang atau lainnya yang diserahkan ketika transaksi akad salam harus memenuh beberapa syarat sebagai berikut

  1. harus berupa barang yang bisa dijelaskan jenisnya, macamnya, dan warnanya. Atau berupa uang yang bisa dijelaskan mata uangnya dan keluarannya (uang lama atau baru yang masih berlaku)
  2. Jumlah,timbangan, ukuran dan hitungan ra’sul mal harus dijelaskan dalam akad
  3. Diserahkan pada waktu transaksi (akad) masih berlangsung

Muslam fih

Muslam fih, yakni barang yang dipesan oleh muslim harus memenuhi enam syarat berikut

  1. Ditentukan batasan waktu penyerahannya
  2. Muslam fih diperkirakan bisa tersedia saat akan diserah terimakan
  3. Muslam fih belum tersedia di tempat transaksi, dan menjadi tanggungan (dzimmah) muslam ilaih
  4. Muslam fih bisa dibatasi dengan beberapa sifat atau ketentuan lainnya yang bisa dimengerti oleh kedua belah pihak
  5. menjelaskan jeinis muslam fih dan macam, besar, kecil, panjang atau pendenya
  6. muslam fih bisa dibatasidengan ukuran, timbangan, hitungan dan takaran

Keterangan :

Imam hambali berpendapat, bahwa menentukan tempat penyerahan muslam fih tidak termasuk syarat yang harus dipenuhi, karena Rasulullah tidak menjelaskan dalam haditsnua. Di samping itu, akad salam memiliki kesamaan dengan akad jual beli, yaitu tidak disyaratkan harus menyebutkan tempat penyerahan mabi’ (barang dagangan). Namun, apabila tempat yang digunakan untuk serah terima mabi’ atau muslam fih dinilai kurang layak atau tidak biasa, maka tempat tersebut wajib ditentukan dan penentuan tersebut menjadi syarat tambahan.

7.5 Ketentuan waktu Penyerahan Ra’sul Mal

Dalam permasalahan waktu penyerahan ra’sul mal, ulam 4 mahdzab berbeda pendapat, apakah diserahkan pada saat akad berlangsung atau diserahkan bersama penyerahan barang.

7.5.1 Versi Imam Hanafi, Syafi’i dan Hambali

Ra’sul mal harus diserahkan pada saat akad salam berlangsung sebelum muslim dan muslam ilaih berpindah dan meninggalkan tempat transaksi. Ketetapan hukum ini berdasarkan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قدم النبي صلى الله عليه وسام المدينة وهم يسلفون فيالتمرالسنة السنتين والثلاث فقال من أسلف فى شيء ففي كيل معلوم ووزن معلول إلى معلوم

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, ia berkata, Rasulullah ketika datang ke kota Madinah, nampak penduduk Madinah melakukan akad salam pada buah kurma dalam batas waktu satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun, lalu Beliau bersabda : “Barang siapa memesan suatu barang, maka ia harus memesannya dalam takarang dan timbangan yang diketahui sampai batasa yang diketahui (pula).

Keterangan :

Ra’sul mal harus diserahkan pada saat transaksi salam berlangsung, sebelum muslim dan muslam ilaih meninggalkan tempat akad. Ketetapan ini berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain:

  • Kata al – istislaf dalam hadits Rasulullah di atas bermakna mempercepat pembayaran
  • Kata salam berasal dari kata al islam yang bermakna menyerahka uang atau alat bayar lainnya
  • Menghindari larangan syara’ dalam praktek bai’ud dain bid-dain, yakni menjual hutang yang dibeli dengan hutang lain

7.5.2 Versi Imam Maliki

Ra’sul mal harus diserahkan pada saat akan berlangsung sebelum antara muslim dan muslam ilaih berpisah meninggalkan tempat akad, sama dengan pendapat imam lainnya. Namun, imam Maliki menambahkan ra’sul mal boleh diserahkan setelah usainya transaksi selama jarak waktunya tidak melebihi tiga hari tiga malam dari awal transaksi. Apabila penyerahan ra’sul mal melebihi tiga hari tiga malam maka akad salam tersebut batal karena terdapat larangan yang termaktub dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قدم النبي صلى الله عليه وسام المدينة وهم يسلفون فيالتمرالسنة السنتين والثلاث فقال من أسلف فى شيء ففي كيل معلوم ووزن معلول إلى معلوم

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, ia berkata, Rasulullah ketika datang ke kota Madinah, nampak penduduk Madinah melakukan akad salam pada buah kurma dalam batas waktu satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun, lalu Beliau bersabda : “Barang siapa memesan suatu barang, maka ia harus memesannya dalam takarang dan timbangan yang diketahui sampai batasa yang diketahui (pula).

Keterangan:

Ulama dari kalangan mahzab Maliki berbeda pendapat dalam permasalahan ra’sul mal yang tidak diserahkan secara langsung pada saat transaksi, dengan uraian sebagai berikut.

  1. Akad salam menjadi batal, ketika sebelumya ada persyaratan bahwa ra’sul mal harus dibayarkan secara langsung pada waktu akad.
  2. Apabila sebelumhnya tidak ada persyaratan, bahwa ra’sul mal harus dibayarkan ketika akad berlangsung maka hukum akad salam tersebut :
  • Batal, jika ra’sul mal tidak diserahkan dalam jangka waktu tiga hari tiga malam.
  • sah, meskipun ra’sul mal belum diserahkan dalam jangku waktu sebentar atau lama.

7.6 Barang yang Mengalami Proses Pemanasan

Muslam fih dalam akad salam yang mengalami proses pemanasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

  1. Barang pesanan yang mengalami proses pemanasan dan masih bisa dibatasi dengan pasti, seperti besi, timah, tembaga dan lainnya
  2. Barang pesanan yang diproses melalui pemanasan namun tidak bisa dibatasi dengan pasti seperti roti, pisang goreng dan makanan lainnya

Ulama 4 mahzab sepakat bahwa salam terhadap barang yang diproses melalui pemanasan itu boleh apabila barang pesanan tersebut bisa dibatasi dengan pasti dan jelas, seperti akad salam pembelian tembaga, besi atau barang lainnya.

Namn untuk barang yang tidak bisa dibatasi dengan jelas dan pasti, seperti akad salam pembelian makanan ringan, roti, pisang goreng atau baran glainnya, ulama 4 mahdzab berbeda pendapat.

7.6.1 Versi Imam Hanafi dan Imam Syafi’i

Imam Hanafi, imam Syafi’i dan imam Muhammad (ulama Hanafi) spakat bahwa akad salam terhadap barang yang diproses melalui pemanasan dan tidak bisa dibatasi dengan pasti dan jelas itu tidak sah, karena proses pemanasan dapat mempengaruhi kadar kematangan barang, kering dan tidaknya, terutama kadar rasa yang dihasilkan, pada akhirnya tidak bisa ditentukan batasnya secara jelas dan pasti

7.6.2 Versi Imam Maliki dan Imam Hambali

Imam Maliki, imam Hambali dan imam Abu Yusuf (ulama Hanafi) sepakat, bahwa akad salam terhadap barang yang diproses melalui pemanasan dan -yang menurut ulama lain- tidak bisa dibatasi dengan pasti dan jelas itu tetap sah, karena menurut beliau bertiga barang tersebut tetap bisa dibatasi dengan pasti dan jelas.

Keterangan:

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قدم النبي صلى الله عليه وسام المدينة وهم يسلفون فيالتمرالسنة السنتين والثلاث فقال من أسلف فى شيء ففي كيل معلوم ووزن معلول إلى معلوم

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, ia berkata, Rasulullah ketika datang ke kota Madinah, nampak penduduk Madinah melakukan akad salam pada buah kurma dalam batas waktu satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun, lalu Beliau bersabda : “Barang siapa memesan suatu barang, maka ia harus memesannya dalam takarang dan timbangan yang diketahui sampai batasa yang diketahui (pula).

Ulama 4 mahdzab berbeda pendapat dalam menentukan hukum akad salam terhadap muslam fih yang diproses melalui pemanasan, seperti roti, pisang goreng dan lainnya karena mereka berbeda pendapat dalam berijtihad terhadap hadits tersebut. Dari berapa pendapat ulama ini dapat disimpulkan bahwa:

  • Akad salam terhadap barang seperti makanan ringan, roti, pisang groeng atau lainnya itu sah jika prosesnya bisa diatur sesuai dengan ukuran yang dapat ditentukan sehingga akan mendapatkan hasil yang terjamin.
  • Akad salam terhadap barang seperti makanan ringan, pisang goreng atau lainnya tidak sah apabila tidak diproses dengan cara dan kriteria diatas.

Leave a comment